Essay Calon Guru Penggerak
Essay Calon Guru Penggerak
I. Apa Yang Memotifasi Anda Menjadi Guru Penggerak
1. Apa yang memotivasi Anda menjadi Guru
Penggerak? Apa yang Anda lakukan dalam mewujudkan motivasi tersebut?
Sekolah Menengah Kejuruan sedang dihadapkan pada tantangan
yang kompleks. Lulusan yang notabenenya nanti akan berkiprah di dunia kerja
dituntut haruslah yang kreatif,
inovatif, inisiatif, mandiri, mampu memimpin, dapat berkerjasama dalam tim,
memiliki kemampuan literasi, mampu berkomunikasi secara efektif, dan mampu
memecahkan masalah. Terutama dalam menghadapi tuntutan keterampilan abad 21 dan
era revolusi industri 4.0.
Sebagai contoh di SMK pertanian, paradigma
masyarakat terhadap lulusannya masih terbatas sebagai petani (dalam arti kata sebagai buruh tani), dan paling tinggi sebagai Penyuluh. Paradigma seperti ini harus segera
dipatahkan. Karenanya SMK Pertanian disiapkan untuk menghasilkan Sumber Daya
Manusia yang menguasai kompetensi untuk bekerja, memiliki keterampilan abad 21,
berkualitas dan berdaya saing. Dengan keterampilan yang dimilikinya, lulusan
SMK Pertanian mampu berinovasi dan berkreatifitas dalam menciptakan usaha
pertanian yang kreatif. Sehingga lulusan
SMK Pertanian tidak saja sebagai pekerja tetapi juga mampu menciptakan dunia
kerja di bidang pertanian.
Dengan demikian, untuk menghasilkan peserta
didik dan lulusan seperti tersebut di
atas, terlebih dahulu guru bidang agribisnis harus mampu beradaptasi dengan
perubahan dan pengetahuan baru. Jika gurunya sudah adaptable, maka guru juga mampu
mengantar peserta didik dan lulusan yang kompeten sesuai bidangnya dan
mampu beradaptasi terhadap perubahan dan
pengetahuan baru.
Namun kenyataan yang penulis hadapi adalah,
selama 16 tahun menjadi guru, proses pembelajaran di kelas lebih banyak
didominasi oleh guru (Teacher Centered),
sehingga proses pembelajaran di kelas menjadi membosankan dan kurang menarik.
Dengan adanya bekal dari kegiatan Guru Penggerak ini penulis yakin proses
pembelajaran di kelas menjadi lebih menarik dan membangkitkan antusiasme peserta
didik dalam belajar karena proses pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru.
Jika kegiatan pembelajaran telah terpusat pada peserta didik maka keterampilan
abad 21 (berfikir kritis, mampu memecahkan masalah, kreativitas, kemampuan
berkomunikasi, dan kemampuan untuk bekerjasama) bisa tercapai.
2.
Apa
kelebihan yang mendukung peran Anda sebagai Guru Penggerak? Jelaskan alasannya
dan berikan contohnya!
Sebagai seorang guru, saya selalu berupaya
untuk bertindak reflektif demi mengembangkan keprofesionalan secara
kontinu/berkelanjutan, seperti mengikuti pendidikan dan pelatihan peningkatan
kompetensi guru, mengikuti seminar, lokakarya, serta mengikuti Bimbingan dan
Teknis yang berhubungan dengan bidang keilmuan saya. Hal ini saya lakukan
sebagai salah satu cara untuk memenuhi standar kompetensi guru sesuai dengan
tuntutan profesi dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Karena
sejatinya meningkatkan kompetensi guru menjadi bagian penting yang harus
dilakukan secara terus menerus berkelanjutan. Upaya yang saya lakukan ini selain
bertujuan untuk meningkatkan kompetensi saya sendiri sebagai guru, namun juga yang
paling utama adalah untuk bekal saya dalam mendidik agar menghasilkan perubahan
yang nyata terhadap perilaku peserta didik seperti perubahan sikap (attitude) dan keterampilan (skill).
Selain upaya tersebut di atas, sebagai guru
milenial saya cukup menguasai Teknologi Informasi dan Komunikasi yang selalu
terus berkembang pesat. Hal ini penting, karena hampir di semua bidang telah
dan bahkan wajib menggunakan teknologi, dan tentunya juga di bidang pendidikan.
Internet of Things (IOT) sudah menjadi suatu yang lumrah dan
wajar dalam pendidikan. Karenanya saya sebagai guru harus melek dengan
perkembangan tersebut, jika saya tidak ingin ketinggalan perekembangan zaman.
Kemampuan-kemampuan tersebut sangat diperlukan untuk menghadapi pendidikan keterampilan
abad ke 21 dan pendidikan Era Revolusi Industri 4.0.
Kelebihan lain saya sebagai guru adalah saya
cukup menguasai karakteristik peserta didik. Hal ini saya lakukan dengan cara
menelusuri berbagai hal dari peserta didik, seperti dari aspek fisik, moral,
spiritual, social, kultural, emosional, dan intelektual. Dengan demikian saya
selalu berupaya menyesuaikan teknik pembelajaran yang saya terapkan dengan
karakteristik peserta didik.
Karena saya cukup menguasai karakteritik
peserta didik, maka secara tidak langsung saya juga cukup mampu menguasai kelas
dalam pembelajaran yang saya ampu.
Terakhir, 2 faktor pendukung lainnya saya
sebagai calon guru penggerak adalah karena adanya sarana dan prasarana cukup
memadai, serta pada tahun 2019 saya adalah salah seorang yang terpilih sebagai Runner up Guru Berprestasi dan
Berdedikasi Tahun 2019 SMK di Provinsi Jambi.
3.
Berikan
contoh perubahan, inovasi, pemberdayaan, gerakan, atau lainnya yang memberikan
dampak nyata berdasarkan inisiatif Anda sendiri. Apa yang mendorong Anda
melakukan hal tersebut? (Jawaban Anda harus mencakup waktu kejadian, dampak
atas inisiatif Anda, upaya yang Anda lakukan agar inisiatif tersebut
terlaksana, peran Anda dan pihak lain yang terlibat bila ada)
Pada awal tahun 2019 saya pernah menerapkan
Pembelajaran Berbasis Android dengan memanfaatkan aplikasi yang tersedia di Playstore melalui pendekatan
pembelajaran sistem STEM (Science,
Technology, Engineering, and Mathematics). Pembelajaran sistem STEM yaitu
pendekatan pembelajaran yang menghubungkan keilmuan, teknologi, rekayasa, dan
matematika ke dalam proses pembelajaran menjadi satu kesatuan secara utuh dan
saling terkait. Melalui STEM ini, peserta didik dituntun menjadi pemecah
masalah, penemu, innovator, membangun kemandirian, berpikir logis, melek
teknologi, dan mampu menghubungkan pendidikan STEM dengan dunia kerjanya (sanders,
2009).
Ide saya tersebut saya realisasikan dalam kegiatan pembelajaran
kemudian saya tuangkan dalam bentuk karya tulis (Best Practice) yang saya beri judul ”Penerapan Pendekatan
Pembelajaran STEM Dalam Praktik Pengukuran Lahan Berbasis Smartphone Pada Mata
Pelajaran Produktif”.
Ide tersebut saya realisasikan dengan berbagai pertimbangan, seperti
daya dukung yang tersedia, yaitu :
1. SMK-SPP
Negeri 3 Kerinci merupakan SMK bidang Agribisnis yang memiliki lahan yang cukup
luas yaitu 22 hektar (lahan praktik dan lahan bangunan). Selama ini dalam
kegiatan praktik melakukan pengukuran lahan selalu dilakukan secara
konvensional dengan menggunakan meteran. Hasilnya memang lebih akurat, tetapi
kurang efektif dan efisien karena bentuk lahan yang tidak beraturan dan
terbatasnya waktu praktik pembelajaran.
2. Saya melihat
hampir semua peserta didik memiliki dan mampu menggunakan telepon genggam
berbasis android (Smartphone).
Keadaan ini saya manfaatkan untuk menuangkan ide kepada peserta didik sebagai salah satu upaya dalam menyongsong Era Revolusi Industri 4.0, yaitu menerapkan teknologi pengukuran lahan dengan menggunakan aplikasi di smartphone seperti Calculator Area, GPS Fields Area Measure, dll.
Dengan ide yang saya realisasikan tersebut ternyata mampu memberikan manfaat bagi saya sendiri/guru, bagi peserta didik, bagi sekolah, serta bagi masyarakat.
Manfaat bagi guru (saya) :
- Pengalaman baru bagi guru dalam menerapkan pendekatan pembelajaran STEM;
- Guru dapat menemukan keunikan dalam diri peserta didik;
- Guru bisa berinteraksi yang lebih intens dengan peserta didik;
- Guru lebih berperan sebagai fasilitator
- Meningkatkan motivasi belajar peserta didik;
- Meningkatkan kemampuan berfikir kritis peserta didik melalui integrasi 4 disiplin ilmu (STEM);
- Membuat peserta didik lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang komplek;
- Meingkatkan kreativitas peserta didik;
- Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menggunakan teknologi baru, memahami proses dan cara kerjanya.
- Pemanfaatan sumber daya yang ada di sekolah;
- Mendukung kegiatan praktik mata pelajaran produktif di sekolah.
Manfaat bagi masyarakat:
- Dengan mensosialisasikan kepada masyarakat akan mempermudah masyarakat dalam mengukur luas lahannya sendiri secara cepat dengan menggunakan aplikasi di smartphone.
1.
Kapan waktu kejadiannya? Situasi apa yang Anda hadapi
saat itu? Pihak mana saja yang Anda minta untuk bekerja sama dan mengapa?
Gambarkan secara jelas!
Pada akhir tahun 2020, saya disodorkan sebuah
Surat Keputusan Kepala Sekolah, dimana saya ditunjuk sebagai Ketua Panitia dalam persiapan dan
pelaksanaan Akreditasi Sekolah tahun 2021. Namun saya merasa ada yang janggal
dalam Surat Keputusan tersebut. Menurut saya untuk kegiatan besar seperti
persiapan dan pelaksanaan akreditasi sekolah, tidak cukup hanya dibentuk sebuah
panitia kecil yang hanya ada Penanggung Jawab, Koordinator, Ketua, Sekretaris,
Bendahara, dan 2 orang anggota.
Daripada terus mengganjal di hati saya, saya berinisiatif
mengusulkan kepada wakil kepala sekolah bidang kurikulum (selanjutnya disingkat
wakasek kurikulum) untuk mengadakan rapat kecil Panitia yang sudah dibentuk
tersebut yang harus dihadiri oleh Kepala Sekolah sebagai Penanggung Jawab
kegiatan. Usul saya disambut baik oleh wakasek kurikulum.
Sampailah di hari “H” nya. Di hadapan semua
peserta rapat saya menyampaikan bahwa dengan keadaan persiapan yang minimal
untuk kegiatan dan target yang besar (grade “A”), tidak cukup hanya ada panitia
kecil. Kemudian saya mengusulkan untuk dibentuk sebuah tim yang namanya “Tim
Akreditasi Sekolah”, yang di dalamnya selain ada panitia inti, juga ada
koordinator-koordinator beserta anggotanya di setiap Komponen Penilaian, dan
masing-masing koordinator mengkoordinir anggotanya untuk menyiapkan
dokumen-dokumen yang diminta sesuai IASP 2020. Dan semua komponen di sekolah
(wakasek, Ka.prodi, guru, Tata Usaha, Komite, dan lain-lain) harus terlibat
dalam tim.
Hasilnya, semua yang hadir dalam rapat
menyetujui usul saya tersebut. Kemudian oleh Kepala Sekolah saya diminta untuk
membuat Draft Surat Keputusan (SK) Tim Akreditasi seperti yang saya usulkan.
Besoknya SK tersebut selesai saya buat dan
ditandatangani oleh Kepala Sekolah. Lagi, saat menyodorkan draft SK kepada
Kepala Sekolah, saya mengusulkan untuk diadakan sosialisasi tentang Akreditasi
Sekolah dan IASP 2020 kepada semua yang terlibat dalam tim. Kepala Sekolah
langsung menerima usulan saya, dan beliyau berinisiatif untuk mengundang
Pengawas Sekolah sebagai Narasumber.
Sampailah pada kegiatan sosialisasi oleh
pengawas sekolah, dan dihadiri oleh hampir semua yang terlibat dalam tim. Namun
pada saat pemaparan oleh narasumber, tak satupun peserta rapat yang serius
memperhatikan. Pada saat sesi tanya jawab juga tidak ada yang mengajukan
pertanyaan. Saya jadi berfikir, apakah kawan-kawan dalam tim mengerti dan faham
akan apa yang sudah dipaparkan oleh narasumber? Seketika muncul kekhawatiran
dalam hati saya sebagai Ketua Panitia.
Akhirnya usai sudah kegiatan sosialisasi, dan narasumber meninggalkan ruangan. Pada saat itu saya diberi waktu oleh Kepala Sekolah untuk memaparkan tentang Uraian Tugas semua yang terlibat dalam tim. Kemudian saya memaparkan tugas masing-masingnya. Dan ternyata kekhawatiran saya benar adanya, hampir semua anggota tim tidak mengerti akan tugas yang dimaksud. Mereka beralasan, sama sekali tidak punya pengalaman dalam hal Akreditasi Sekolah. Alhasil, saya harus menjelaskan dengan rinci apa saja yang harus disiapkan oleh masing-masing anggota, kapan target penyelesaiannya, dan di mana sumbernya. Seketika semuanya baik-baik saja, semua anggota tim sepertinya mengerti apa yang saya sampaikan, dan sayapun merasa lega.
2.
Kesulitan apa saja yang Anda hadapi saat bekerja sama?
Adakah penolakan ataupun kegagalan yang Anda hadapi dalam situasi tersebut?
Bagaimana respon Anda dalam situasi tersebut? Upaya apa yang Anda lakukan untuk
tetap fokus mencapai tujuan yang telah direncanakan?
Sampailah pada hari di mana dimulainya
kegiatan persiapan Akreditasi Sekolah. Setiap tim menyiapkan dokumen sesuai
yang diminta di dalam IASP 2020, serta dokumen-dokumen pendukung lainnya. Ada
beberapa anggota tim mempertanyakan kepada saya dimana mendapatkan
dokumen-dokumen yang harus mereka persiapkan tersebut, seperti apa dokumen yang
diminta. Dengan tenang saya menjelaskan dan sekaligus saya menyerahkan beberapa
contoh dokumen. Semua berjalan baik-baik saja pada saat ada yang meminta dan
saya pun memiliki contoh dokumennya.
Terjadi masalah ketika ada anggota tim yang tidak peduli dengan tugasnya, dan itu tidak 1 atau 2 orang. Pada saat saya konfirmasikan kepada yang bersangkutan, mereka memiliki alasan masing-masing. Ada yang mengatakan tidak punya laptop, tidak punya printer, tidak punya contoh dokumen, belum ada kesempatan, serta alasan-alasan lainnya. Saya mencoba menyarankan solusi untuk alasan mereka tersebut. Seperti laptop dan printer bisa menggunakan fasilitas sekolah, sumber dokumen bisa diminta pada wakasek atau bidang yang bersangkutan, atau jika perlu didukung dengan internet. Ternyata, solusi yang saya sarankan tetap tidak membuahkan hasil. Mereka tersebut tetap belum mengerjakan tugasnya.
Dengan kerelaan hati, saya mencoba ambil alih
satu persatu tugas mereka, namun tetap saya berkoordinasi dengan mereka agar
tidak terjadi kesenjangan. Dan tentunya saya tetap bekerjasama dengan anggota
tim lainnya, terutama yang ada hubungannya dengan dokumen yang diminta.
Lagi, terjadi masalah ketika fasilitas di sekolah tidak mendukung yaitu computer dan printer. Printer yang tersedia hanya ada 2, 1 di antaranya macet. Komputer di ruangan Tata Usaha hanya tersedia 1 unit, dan digunakan untuk aktifitas Tata Usaha. Namun saya tidak patah semangat, saya tetap berupaya agar kegiatan persiapan akreditasi berjalan lancar, dan semua dokumen tersedia pada saat kegiatan visitasi oleh tim penilai. Saya dan rekan lainnya diminta kesediaannya untuk meminjamkan laptopnya kepada tim pada saat masih di sekolah. Permasalah dan kendala mulai terurai satu persatu.
3.
Upaya apa saja yang Anda lakukan untuk mendapatkan
komitmen dari berbagai pihak untuk bekerja sama?
Pada saat dimulainya aktifitas persiapan
akreditasi sekolah, tidak sedikit kendala, kesulitan, dan masalah yang
dihadapi. Namun saya tidak pernah patah semangat. Saya punya tim yang solid dan
bisa bekerjasama dengan baik. Bagi saya itu adalah nilai plus. Saya tidak akan
mampu bekerja sendiri jika tidak ada dukungan dari Kepala Sekolah dan kerjasama
rekan-rekan lainnya.
Beberapa kendala dan kesulitan yang saya hadapi selalu saya bicarakan dengan kepala sekolah dan panitia inti. Seperti masalah kurangnya printer dan computer. Oleh kepala sekolah dibelilah tambahan 1 unit printer (sebelumnya hanya tersedia 1 unit printer). Kepada panitia inti dan coordinator bagian selalu saya ajak untuk terus menerus memantau kesiapan dan ketersediaan dokumen, dan membuat daftar ceklist. Sedangkan saya sendiri sebagai Ketua Tim selalu dan terus menerus menganalisis dan mempersiapkan apa-apa saja yang diperlukan nantinya pada saat visitasi tim penilai, sambil terus menerus memantau kesiapan dokumen dari setiap anggota. Sebagai ketua tim saya tetap menjunjung tinggi etika “mengajak” bukan “memberi perintah”.
Kepada seluruh anggota tim, saya mengharapkan komitmennya untuk serius dan bekerja keras dalam mempersiapkan Akreditasi Sekolah ini. Hal ini penting dan sangat berpengaruh terhada animo peserta didik baru yang akan masuk, serta mutu lulusan, dan tentunya juga berpengaruh terhadap kemajuan sekolah karena berhubungan dengan jenis dan jumlah bantuan fasilitas, sarana dan prasarana dari pemerintah, dan secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap kesejahteraan personil di sekolah.
4.
Bagaimana
hasilnya..
Dengan upaya dan usaha yang maksimal,
kerjasama tim yang solid, dan fasilitas yang mulai mendukung, tentu berpengaruh
positif terhadap hasil kerja.
Pekerjaan sudah dimulai namun belum selesai. Upaya
dan usaha terus dilakukan sebelum hari “H” nya dimana visitasi tim penilai
dilaksanakan, yaitu sekitar bulan September 2021.
Walaupun kegiatan belum usai, kerjasama tim
pun tetap solid dan berjalan dengan baik. Kita dalm tim selalu saling
berkoordinasi jika menemukan kesulitan, kendala, hambatan, dan masalah. Dan
secara bersama-sama pula menemukan solusinya. Alhamdulillah satu persatu
dokumen, arsip, fisik dan pendukung kegiatan akreditasi sekolah sudah mulai
terkumpul, walaupun belum selesai. Kerjasama akan terus berjalan hingga target
tercapai.
1.
Kapan waktu kejadiannya?
Permasalahan, tantangan, atau kompleksitas apa yang Anda hadapi saat itu?
Gambarkan secara jelas!
Pada pertengahan bulan Maret 2020, Indonesia dinyatakan darurat pandemic Corona Virus Disease 19 (Covid-19), yang mengharuskan semua orang tetap berada di rumah saja (stay at home), kecuali dalam keadaan-keadaan penting dan dilakukan seperlunya. Kebijakan tersebut juga berimbas terhadap aktifitas di dunia pendidikan, dimana aktifitas pembelajaran juga harus dilakukan di rumah saja dengan cara belajar dalam jaringan (Belajar dari rumah masing-masing). Sontak saja, semua guru dan peserta didik kaget dengan kebijakan yang mau tak mau harus diindahkan demi memutuskan rantai penyebaran covid-19. Bagaimana tidak, dengan sistem pembelajaran “Dalam Jaringan (daring)” tentunya ‘menuntut’ peserta didik dan guru harus memiliki fasilitas seperti telephon Genggam Pintar (Smartphone berbasis android) atau Personal Computer (laptop) dan quota internet untuk bisa terhubung antara peserta didik dan guru.
Kepala Sekolah dan guru membuat kesepakatan (melalui diskusi dalam WhatsApp Group/WAG) untuk berkomitmen melaksanakan ‘pembelajaran daring’. Semua guru wajib menyampaikan ke peserta didik melalui ‘WAG Mata Pelajaran’ akan kebijakan ‘pembelajaran daring’ tersebut, dan menyampaikan jadwal pembelajarannya masing-masing.
Kegiatan pembelajaran ‘daring’pun dimulai.
Sebelum melaksanakan pembelajaran ‘daring’, masing-masing guru membuat “WhatsApp Group Mata Pelajaran (WAG Mapel)”,
agar mudah terhubung antara guru dan komunitas peserta didik dalam 1
rombel/kelas. Seketika muncul permasalahan-permasalahan yang cukup kompleks, di
antaranya:
1.
Tidak semua
peserta didik dan guru memiliki smartphone;
2.
Ada yang
memiliki smartphone, tapi
tidak/kurang mampu untuk membeli quota internet;
3.
Posisi/lokasi
yang sulit dari jangkauan internet;
4.
Tidak semua
guru dan peserta didik mampu/mahir menggunakan aplikasi yang mendukung untuk
kegiatan pembelajaran di smartphone,
seperti zoom, google classroom, dll.
5.
Setiap akhir
pekan, guru diwajibkan membuat dan mengirim laporan keterlaksanaan pembelajaran
‘daring’ ke Dinas Pendidikan Provinsi melalui suatu link yang harus diakses oleh masing-masing guru. Namun tidak semua
guru mahir dan mampu mengakses link
tersebut.
6.
Instruksi
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (Mendikbud RI), materi atau tugas yang
diberikan tidak wajib bertujuan pencapaian kompetensi peserta didik, tapi cukup
menghubungankan materi pelajaran dengan Covid-19. Akibatnya guru bingung
mencari ide kegiatan pembelajaran.
2.
Upaya apa saja yang Anda lakukan
untuk memahami situasi tersebut secara komprehensif? Peluang dan kesempatan apa
saja yang Anda identifikasi dalam situasi tersebut untuk membantu Anda
menghadapinya?
Pada awal permulaan kegiatan Pembelajaran Daring, saya dan peserta didik sepakat melaui “WAG Mapel Agribisnis Tanaman Hias (kemudian disingkat WAG-ATH)”.
Saya memulai dengan tugas pertama, yaitu membuat poster tentang “hubungan antara Tanaman Hias dan Covid-19”. Saya memberi batasan waktu kepada peserta didik untuk menyelesaikan tugas tersebut, kemudian mengirimkan kembali ke WA pribadi saya dalam bentuk foto/JPEG.
Sepekan kemudian, saya melanjutkan ke pertemuan ke-2 pembelajaran daring. Lagi, saya memberi tugas kepada peserta didik berupa membuat ringkasan materi pelajaran dan mengirimkannya kembali ke WA pribadi saya dalam bentuk JPEG. Tugas kedua tidak lagi berhubungan dengan covid-19.
Dari permulaan pembelajaran daring dan
kemudian dilanjutkan dengan pembelajarn ke-dua, diwarnai berbagai masalah yang
dapat saya simpulkan sebagai berikut :
1.
Banyak
peserta didik yang sulit memahami dan kurang mengerti dengan instruksi tugas;
2.
Banyak
peserta didik yang terlambat dan bahkan tidak mengirimkan kembali foto
tugasnya, karena beberapa alasan, seperti : baru punya quota internet sehingga
terlambat mendapatkan informasi tugas; susahnya mencari jangkauan internet, dan
lain-lainnya.
3.
Adanya
peserta didik yang masa bodo dan tidak peduli dengan kegiatan pembelajaran,
walaupun mereka memiliki quota internet. Keadaan ini dapat dipantau dari keaktifannya
di WAG;
4.
Yang
mengirimkan hasil kerjanya hanya peserta didik yang sama;
5.
peserta
didik memberanikan diri mengeluarkan uneg-unegnya yang mulai bosan dengan banyaknya tugas ringkasan
dari guru-guru
Keadaan ini membuat saya memutar otak untuk mencari solusi yang tepat, agar pembelajaran tetap terlaksana dan peserta didik tidak terlalu jenuh dengan tuntutan tugas dari guru. Saya juga selalu meminta pendapat peserta didik akan solusi terbaik agar kegiatan pembelajaran daring terlaksana tanpa kejenuhan.
Saya mengusulkan pembelajaran melalui video, Youtube, webbex, dan Zoom. Hampir semua peserta didik menolak, dengan alasan terlalu banyak menghabiskan quota internet, dan ada aplikasi yang tidak didukung oleh smartphone yang mereka miliki.
3.
Pertimbangan-pertimbangan atau
alternatif apa saja yang Anda hadirkan dalam membuat keputusan? Informasi apa
lagi yang Anda gunakan untuk memperkuat keputusan Anda?
1.
Saya membuat
alternative lain sebagai wadah pembelajaran daring.
Pembelajaran daring tidak saja dilakukan di
WAG-ATH, tetapi juga di “Google
Classroom” dan melalui Aplikasi Perpesanan Facebook (MG-ATH ATH yang disingkat dengan MG-ATH). Semua peserta didik boleh
memilih salah satu atau semua dari aplikasi tersebut. Hal ini saya lakukan
untuk mengantisipasi peserta didik yang tidak memiliki quota internet, karena
melalui Masenger bisa tanpa quota
internet.
2.
3 hari
sebelum pelaksanaan pembelajaran, saya mengirimkan ringkasan materi pelajaran
dalam format JPEG dan Pdf, untuk dipelajari oleh peserta didik. Kemudian saya
menginstruksikan untuk membuat dan mengajukan pertanyaan di dalam MG-ATH pada
saat jadwal mapel jika ada yang kurang jelas/sulit dimengerti dari materi yang
saya kirim. Hal ini saya lakukan agar peserta didik tidak jenuh dengan tugas
membuat ringkasan materi.
3.
Teknik lain
yang saya pilih, adalah diskusi tentang materi pelajaran di dalam MG-ATH, yang dilanjutkan dengan tanya
jawab yang dituliskan di dalam MG-ATH.
Yang mengajukan pertanyaan dan yang bisa memberikan tanggapan atas pertanyaan
kawan-kawannya akan mendapatkan “point
rewards”. Kegiatan diskusi dan tanya
jawab tetap mengacu pada etika kegiatan diskusi
nyata/tatap muka, yaitu dengan mengangkatkan tangannya ketika mau
bertanya atau menjawab pertanyaan dengan menggunakan “icon angkat tangan”.
Kegiatan diskusi ini bertujuan untuk memberi pemahamann kepada peserta didik
terhadap materi yang mereka peroleh di hari sebelumnya
4.
Membuat
progress keterlaksanaan kegiatan pembelajaran daring berupa urutan nama peserta
didik yang menyelesaikan tugasnya. Kemudian mengumumkan progress tersebut ke
dalam WAG-ATH dan MG-ATH. Hal ini saya lakukan untuk memotivasi peserta didik
agar aktif di kegiatan pembelajarn daring.
Ada beberapa hal yang saya lakukan,
diantaranya :
1.
Membuat WAG
khusus (yang sifatnya sementara) bagi peserta didik (6 orang) yang selalu aktif
dengan WAG-ATH namun tidak pernah aktif dalam kegiatan pembelajaran dan juga
tidak pernah mengirim tugas.
Dalam WAG ini, saya menanyakan alasan mereka
mengapa tidak pernah aktif dalam pembelajaran, kemudian mencari solusi dan
membuat kesepakatan. Dengan solusi dan kesepakatan yang diperoleh akhirnya
mereka aktif di pembelajaran, dan WAG khusus dibubarkan.
2.
Untuk peserta
didik yang tidak pernah aktif sama sekali di WAG-ATH dan di MG-ATH (3 orang)
Saya meminta peserta didik lain yang
berdekatan rumah dengan mereka untuk menyampaikan pesan saya agar menemui saya
satu persatu pada saat jadwal piket saya di sekolah. Lalu saya meminta alasan
mereka mengapa tidak pernah aktif sama sekali di kegiatan pembelajaran daring.
3.
Memberikan
opsi khusus bagi peserta didik yang sama sekali tidak mampu untuk mengikuti
pembelajaran daring, seperti tidak memiliki smartphone,
tidak mampu membeli quota internet, dan jauh dari jangkauan internet.
Opsi tersebut berupa : pemberian “tugas
langsung”; atau “meminjam smartphone” kawannya/orang lain.
Setelah mengalami banyak masalah dan kendala,
kemudian menerapkan berbagai solusi dan tindakan, akhirnya kegiatan
pembelajaran daring berjalan lebih lancar dari biasanya, dan sedikit lebih
menarik dari awal-awal pertemuan.
Dari progress keterlaksanaan juga terlihat pada
setiap pertemuan terjadi kemajuan penambahan jumlah peserta didik yang
mengirimkan tugasnya, dan yang aktif dalam diskusi.
1.
Kapan waktu kejadiannya? Masukan
atau umpan balik apa yang secara spesifik Anda dapatkan? Apa yang Anda rasakan
saat menerima masukan atau umpan balik tersebut?
Pada bulan
April 2018 oleh kepala sekolah saya diusulkan (lebih pas diperintahkan)
sebagai utusan peserta Calon Guru Berprestasi dan Berdedikasi tahun 2018
tingkat Provinsi Jambi. Menurut Kepala Sekolah saya memenuhi kriteria untuk
diusulkan sebagai calon guru berprestasi serta memiliki kemampuan untuk
berkompetisi. Awalnya saya menolak tantangan tersebut, karena berbagai alasan.
Bertepatan pada saat itu saya sedang membantu 2 orang teman untuk mempersiapkan bahan usulan
fungsional pertama kali sebagai guru, dan waktunya juga mepet. Selain itu saya
juga punya balita 2 tahun yang sedang aktif dan perlu perhatian ekstra. Saya
menyampaikan alasan-alasan tersebut kepada kepala sekolah. Namun kepala sekolah
meyakinkan saya bahwa saya mampu mempersiapkan semuanya dan mampu mengatasai
kendala-kendala yang ada. Karena keyakinan dan motivasi dari kepala sekolah,
akhirnya saya menerima tantangan tersebut.
Berdasarkan surat edaran dari Dinas
Pendidikan Provinsi Jambi, proses seleksi akan dilaksanakan bulan Mei 2018. Itu
artinya saya punya waktu sekitar 1 bulan untuk mempersiapkan segala dokumen
yang mendukung kegiatan tersebut. Dengan bismillahhirrohmanirrohim, saya
memulai dengan mempelajari Petunjuk Teknis Seleksi Guru Berprestasi dan
Berdedikasi tahun 2018. Satu persatu dokumen kelengkapan portofolio saya
kumpulkan. Namun karena banyaknya unsur penilaian dan itu harus saya siapkan,
seperti video kegiatan pembelajaran, Karya Tulis berupa Penelitian Tindakan
Kelas, dan unsur-unsur lainnya yang saya belum punya sama sekali, saya merasa
waktu sebulan tidak memungkinkan saya menyelesaikan itu semua ditambah dengan
kondisi saya yang sedang membantu 2 orang teman mempersiapkan bahan usulan
jabatan fungsional guru.
2.
Bagaimana cara Anda menyikapi
masukan dan umpan balik tersebut untuk pengembangan diri Anda?
Saya mencoba memperhitungkan kemungkinan saya
mampu menyelesaikan semua dokumen keperluan seleksi, sekaligus saya mampu
membantu teman saya, serta anak balita saya tetap mendapatkan perhatian ekstra
dari saya. saya menyimpulkan bahwa saya
merasa tak akan sanggup melewati dan menyelesaikan semua dalam waktu sekitar 1
bulan.
Dengan sangat terpaksa dan berharap
pengertian dari kepala sekolah, saya menyatakan tidak siap untuk ikut mengikuti
seleksi calon guru berprestasi dan berdedikasi tahun 2018. Saya melihat
kekecewaan di wajah kepala sekolah. Namun pada saat itu, saya berjanji dan
meyakinkan kepada kepala sekolah bahwa tahun depan (2019) saya siap untuk ikut
seleksi. Pernyataan saya tersebut ternyata tidak mampu mengobati kekecewaan
kepala sekolah. Dalam hati saya berjanji dan bertekad bahwa tahun depan saya
harus mampu mengobati kekecewaannya. Kembali saya focus menyelesaikan
bahan-bahan kelengkapan usulan jabatan fungsional guru pertama kali untuk 2
orang teman saya.
Sesuai dengan janji dan tekad saya semula,
saya mulai mengumpulkan semua dokumen yang sekira diperlukan untuk seleksi guru
berprestasi. Berbekal Petunjuk Teknis tahun 2018, satu persatu unsur penilaian
saya persiapkan. Saya mulai melakukan Best
Practice dan Penelitian Tindakan Kelas, kemudian menuangkannya dalam bentuk
karya tulis ilmiah. Selain itu saya juga mempersiapkan scenario untuk video
kegiatan pembelajaran. Bukti fisik untuk dokumen portofolio pun sudah
terkumpul.
3.
Selain memanfaatkan masukan dan
umpan balik dalam proses pengembangan diri Anda, Hal berbeda apa yang Anda
lakukan untuk mendukung proses pengembangan diri Anda? Adakah cara-cara di luar
kebiasaan yang Anda lakukan dimana hal tersebut membuat Anda kurang nyaman
namun mendukung proses pembelajaran Anda?
Ada banyak pembelajaran dan pengalaman yang
saya dapatkan selama persiapan tersebut. Saya menjadi tertantang untuk
melakukan penelitian ilmiah yang sebenarnya agak susah bagi saya, walaupun
sebelumnya sudah pernah saya lakukan. Saya yang tidak pernah membuat video
pembelajaran, menjadi mengerti bagaimana proses pembuatan video documenter yang
sebenarnya. Akhirnya persiapan bisa dikatakan rampung 50%, tinggal menyesuaikan
dengan Petunjuk Juknis 2019.
Awal tahun 2019, Petunjuk Juknis (Juknis)
Seleksi Guru Berprestasi dan Berdedikasi tahun 2019 rilis. Saya pelajari Juknis
tersebut, ternyata ada perbedaan dengan juknis tahun 2018, namun tidak terlalu
banyak. Best Practice yang sudah saya
tulis, tidak bisa dipakai untuk seleksi karena temanya berbeda dengan yang
diminta antara tahun 2018 dan 2019. Tidak ada kekecewaan dalam diri saya, saya
tetap merasa puas karena telah mampu melakukan hal baru bagi siswa saya.
Kemudian saya membuat best practice
lagi yang sesuai dengan tema yang diminta didalam juknis 2019.
Bulan Mei 2019, kepala sekolah menyampaikan
kepada saya bahwa ada Surat Edaran dari Dinas Pendidikan Provinsi tentang
seleksi Calon Guru Berprestasi dan Berdedikasi tahun 2019. Kepala sekolah
menagih janji saya. Dengan penuh percaya diri, saya menyatakan siap untuk ikut
berkompetisi. Dan tak lupa kepala sekolah menyemangati saya dengan mengatakan
bahwa saya akan menjadi pemenang. Tentu saja statemennya ini menjadi tantangan besar bagi saya. Saya harus
mewujudkan harapannya.
Saya terus bekerja keras mempersiapkan segala
kebutuhan lomba/seleksi. Dibantu oleh teman sejawat, serta dukungan dan bantuan
keluarga, akhirnya semuanya menjadi rampung sebelum hari “H”.
Kegiatan seleksi dilaksanakan 28 Juni sampai
dengan 1 Juli 2019. Dengan penuh percaya diri, saya berangkat dengan membawa
segala dokumen yang diminta sesuai juknis 2019, tanpa pernah bertanya dan
berkoordinasi dengan orang-orang yang pernah ikut seleksi sebelumhya. Saya
merasa inilah kesalahan terbesar saya, terlalu percaya diri, sehingga lupa bahwa
saya sebenarnya butuh informasi dari orang yang bepengalaman sebelum saya.
Sesampainya di hotel tempat pelaksanaan
kegiatan seleksi, saya melihat semua peserta membawa bekal lomba yang tidak
sedikit. Mereka membawa banyak dokumen yang mereka masukkan ke dalam sebuah box
besar (container plastic) yang berukuran sekitar 80cm x 50cm x 50cm. Sementara
dokumen yang saya miliki hanya saya masukkan dalam sebuah tas jinjing (tote bag). Seketika nyali saya merasa
ciut, kepercayaan diri saya hilang, dalam hati saya berkata saya tidak mungkin
menang. Saya kembali ke kamar hotel. Dalam kamar hotel, saya merenung menyadari
kesalahan saya yang terlalu percaya diri. Saya pelajari kembali juknis 2019,
saya baca dengan teliti, saya cek kembali kelengkapan dokumen saya. Saya merasa
dokumen saya telah sesuai dengan juknis.
Waktu seleksi dimulai. Proses seleksi diawali
dengan seleksi administrasi dan kelengkapan-kelengkapan dokumen. Sampai pada
giliran saya, satu persatu dokumen saya dicek sampai selesai. Alhamdulillah,
semua persyaratan dan dokumen saya terpenuhi dan saya dinyatakan bisa
melanjutkan ke seleksi berikutnya. Kepercayaan dalam diri saya kembali pulih.
Selama proses seleksi, banyak pengalaman dan
pelajaran yang saya peroleh. Dan tentunya banyak tantangan yang harus saya
lalui yang membuat kepercayaan diri saya hilang timbul. Saya melihat peserta
seleksi adalah orang-orang hebat, guru-guru yang pengalamannya belum mampu saya
tandingi. Saya mendengar cerita-cerita mereka, pengalaman-pengalaman mereka
yang telah mengikuti berbagai event baik lokal maupun nasional, sedangkan saya
belum punya pengalaman seperti mereka. Tidak ada yang bisa saya ceritakan tentang pengalaman saya
pada mereka. Lagi-lagi nyali saya kembali ciut, namun saya kuatkan hati saya,
saya akan terus berjuang.
Tahap demi tahap seleksi sudahpun terlewati,
dukungan keluarga dari jarak jauh terus memotivasi. Walaupun proses seleksi ini
berat bagi saya tapi saya mampu melewatinya. Akhir dari seleksi, kepercayaan
dalam diri saya mulai bangkit lagi, saya merasa bisa masuk ke dalam nominasi.
Namun pada saat itu (30 Juni 2019), saya dihadapkan pada sebuah dilema.
Besoknya tanggal 1 Juli adalah hari pengumuman hasil seleksi (pemenang), dan
bertepatan dengan hari di mana saya harus mendampingi suami saya pada upacara
kenaikan pangkatnya, dan juga anak kedua saya melaksanakan wisuda Tahfiz
Alquran. 3 event yang harus saya hadiri di hari yang sama. Suami saya memberi
kekuatan dan menyarankan saya agar tetap menyelesaikan tahap seleksi sampai
pada pengumuman. Akhirnya sesuai saran suami, saya memutuskan tetap berada di
Jambi utnuk mengikuti pengumuman, dan tidak ikut menghadiri wisuda tahfiz anak
saya, dan juga tidak ikut menghadiri upacara kenaikan pangkat suami saya.
1 Juli 2019, semua peserta berkumpul di ruang
aula hotel. Menit demi menit menunggu keputusan dan pengumuman. Semua peserta
bersuka ria di dalam aula sambil berkaraoke, bercengkrama, dan segala macam
aktifitas di dalamnya sambil menunggu keputusan dewan juri. Setelah cukup lama
menunggu, pengumumanpun di mulai. Dan ternyata, keyakinan saya terbukti, nama
saya disebutkan oleh panitia sebagai Juara Ke-2 Guru SMK Berprestasi dan
Berdedikasi tahun 2019 tingkat Provinsi Jambi. Syukur Alhamdulillah saya
panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas karunianya.
4.
Bagaimana
aplikasi hasil proses
Saya kembali ke sekolah, ucapan selamat saya
terima dari kawan-kawan dan juga dari kepala sekolah. Dan kembali kepala
sekolah menyampaikan kekayikannnya bahwa saya memiliki kemampun berkompetisi.
Kepala sekolah kembali menyemangati saya, bahwa saya berada pada posisi kedua (juara
2) karena yang juara 1 pendidikannya sudah tingkat magister (S2) sedangkan saya
hanya sarjana (S1). Walaupun bagi saya kata-kata kepala sekolah tersebut tidak
sepenuhnya benar, namun saya tetap berterimakasih atas usahanya memotivasi
saya.
Ada beberapa teman sejawat yang bertanya
tentang pengalaman saya mengikuti seleksi guru berprestasi dan berdedikasi.
Saya tak segan bercerita mulai dari persiapan sampai saya dinyatakan sebagai
pemenang kedua. Tak lupa saya ceritakan pembelajaran dan pengalaman-pengalaman
baru yang saya dapatkan selama proses tersebut. Namun sayang sekali tak satupun
dari mereka yang tertarik untuk mengikuti jejak saya. Mereka merasa pesimis,
dan meyakini diri tak mampu untuk ikut seleksi guru berprestasi dan berdedikasi.
Setelah mengalami banyak pembelajaran dan
pengalaman baru selama proses seleksi guru berprestasi dan berdedikasi, membuat
saya bertekad untuk tidak pernah berhenti belajar dan berkarya. Pengalaman yang
saya dapatkan saya terapkan di kegiatan saya mengajar, dan tak berhenti saya
memotivasi siswa saya untuk terus belajar
dan berkarya dan menumbuhkan jiwa
kompetisi dalam diri mereka. Kepada teman-teman sejawatpun terutama pada guru
junior selalu saya beri motivasi untuk terus belajar dan berkarya, karena suatu
saat pasti berguna.
1.
Kapan waktu kejadiannya? Siapa yang
Anda kembangkan? Apa yang memotivasi Anda melakukan pengembangan tersebut?
Pada bulan Oktober tahun 2018 saya mengikuti
Pendidikan dan Pelatihan (diklat) Instruktur Nasional untuk kegiatan
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru Paket Keahlian Agribisnis Tanaman
Pangan dan Hortikultura (PKB Guru ATPH) tahun 2018 di P4TK Pertanian (Vedca)
Cianjur. Pendidikan dan Pelatihan dilaksanakan selama 16 hari kerja,
dilanjutkan dengan Uji Kompetensi selama 3 hari kerja. Pendidikan dan Pelatihan
tersebut dilaksanakan dalam rangka membekali calon-calon Instruktur Nasional
dalam memfasilitasi pelaksanaan PKB Guru ATPH di masing-masing provinsi. Saya
diikutsertakan dalam diklat tersebut berdasarkan hasil seleksi secara nasional
calon Instruktur Nasional untuk kegiatan PKB Guru Produktif ATPH Provinsi
Jambi. Diklat selesai dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober 2018, dan saya
dinyatakan Kompeten sebagai Instruktur Nasional PKB Guru ATPH.
Kegiatan diklat PKB Guru ATPH Provinsi Jambi
diselenggarakan oleh P4TK Pertanian (Vedca) Cianjur pada tanggal 1 sampai
dengan 16 November tahun 2018, dengan sasaran adalah guru-guru produktif ATPH
di SMK Provinsi Jambi, yang bertempat di sekolah saya yaitu SMK-SPP Negeri 3
Kerinci (Tempat Uji Kompetensi/TUK). Guru sasaran berjumlah 18 orang dari 8
Kabupaten (8 SMK) dalam Provinsi Jambi. Peran saya dalam kegiatan PKB Guru ATPH
Provinsi Jambi tersebut adalah sebagai Instruktur yang akan memfasilitasi
kegiatan PKB. Kegiatan diklat PKB juga didampingi oleh seorang Widyaiswara dan
1 orang assessor dari P4TK Pertanian (Vedca) Cianjur.
2.
Hal apa yang menjadi fokus
pengembangan? Ceritakan pula cara Anda membangun kesepakatan guna mencapai
hasil pengembangan yang diharapkan.
Kegiatan diklat PKB Guru ATPH bertujuan untuk
memfasilitasi guru dalam rangka meningkatkan satndar kompetensinya meliputi:
standar kompetensi pedagogic, kepribadian, social, dan kompetensi professional guru SMK paket keahlian Agribisnis Tanaman
Pangan dan Hortikultura secara bertahap dan berkelanjutan. Melalui kegiatan PKB
diharapkan terjadinya peningkatan performa guru dalam melaksanakan tugasnya.
Namun yang menjadi focus utama kegiatan PKB adalah pada keberhasilan peserta
didik. Proses PKB harus dimulai dari
guru sendiri hingga mencapai perubahan pada dirinya yang tentunya nanti akan
berpengaruh terhadap kualitas pelayanannya kepada peserta didik.
Pembiayaan selama kegiatan bersumber dari dana APBN tahun 2018. Diklat PKB tahap I dilaksanakan untuk 2 klaster kompetensi profesional, sampai semua peserta dinyatakan “kompeten” pada 2 klaster tersebut.
Kepada peserta diminta komitmennya untuk serius mengikuti kegiatan diklat sampai berakhirnya assasment (penilaian/Uji Kompetensi Keahlian). Karena proses penilaian sifatnya menyeluruh, yaitu penilaian sikap, penilaian pengetahuan dan penilaian keterampilan. Untuk penilaian sikap, kepada peserta dijelaskan bahwa pembentukan sikap guru (disiplin, tanggung jawab, teliti, kerjasama, dll) akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan sikap peserta didik. Karena itu sikap guru lah yang pertama kali dinilai. Untuk penilaian pengetahuan, peserta terlebih dahulu dibekali dengan kegiatan pembelajaran di kelas dengan cara mempelajari modul pembelajaran yang difasilitasi oleh instruktur dan widyaiswara. Sedangkan penilaian keterampilan dibekali dengan kegiatan praktik dan unjuk kerja sesuai dengan klaster kompetensi.
3.
Dukungan apa saja yang Anda berikan
bagi orang tersebut? Hambatan apa yang Anda temui dan bagaimana cara Anda
mengatasinya? Upaya-upaya apa saja yang Anda lakukan untuk mempertahankan
motivasi orang tersebut?
Di awal kegiatan diklat PKB, saya menyampaikan kepada peserta bahwa peserta akan mendapatkan 3 jenis sertifikat jika mengikuti sampai akhir. Pertama adalah sertifikat telah mengikuti diklat PKB yang dikeluarkan oleh P4TK (Vedca) Pertanian Cianjur, dan 2 sertifikat lainnya adalah Sertifikat Kompetensi masing-masing klaster yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Jika tiada halangan, sesuai dengan perencanaan P4TK Pertanian Cianjur kegiatan diklat PKB akan terus berlanjut hingga peserta mendapatkan 5 sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh BNSP, maka secara otomatis peserta akan mendapatkan 1 sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh BNSP yang berlogo Burung Garuda.
Selama kegiatan diklat PKB, peserta dan instruktur dan juga widyaiswara, tidak saja focus pada materi untuk pencapaian kompetensi, tetapi lebih banyak berbagi (sharing) pengalaman dan permasalahan dalam menghadapi berbagai karakter peserta didik di sekolah masing-masing. Bahkan ada yang berbagi pengalaman dan permasalahan dalam berinteraksi dan bekerjasama dengan teman sejawat, atasan, dan dengan tenaga kependidikan di sekolahnya. Dari permasalahan-permasalahan tersebut, maka bersama-sama antara instruktur, widyaiswara dan peserta berdiskusi dan saling bertukar pendapat, sehingga menemukan pengalaman unik masing-masing yang bisa diadopsi untuk dibawa ke sekolah masing-masing pula. Dengan berbekal teori ilmu pedagogic dan pengalaman, saya sebagai instruktur bersama dengan iswara juga memfasilitasi peserta dengan menghubungkan pengalaman dan teori dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi peserta di sekolahnya. Kegiatan diklat PKB berjalan lebih seru dan tidak monoton.
Selama kegiatan diklat PKB tentu saja ada
kendala yang dihadapi. Yang paling dirasakan oleh saya adalah pada saat
menghadapi satu orang peserta (peserta pengganti) yang ternyata berlatar
belakang ilmu Ekonomi, bukan Pertanian (ATPH). Saya dan widyaiswara sedikit
kewalahan, ketika peserta tersebut sama sekali tidak mengerti apa yang kita bahas,
dan juga tidak mengerti tentang materi yang disampaikan, karena memang bukan
bidang keilmuannya. Selain itu, yang bersangkutan juga memiliki karakter yang
tertutup dan pendiam, sehingga sulit menemukan keunikannya. Untuk mengupayakan
agar yang bersangkutan tetap bertahan dan memegang komitmennya untuk
menyelesaikan diklat sampai akhir, maka saya dan widyaiswara lebih banyak
memberikan perhatian khusus kepadanya, agar dia benar-benar memahami apa yang
sedang kita bahas dan pelajari. Alhamdulillah yang bersangkutan mampu
beradaptasi dan berbaur dengan peserta lainnya, sehingga mampu menyelesaikan
semua rangkaian kegiatan diklat dengan predikat Kompeten.
4. Bagaimana hasilnya
Pada 16 November 2018, kegiatan diklat PKB guru ATPH provinsi Jambi berakhir. Semua peserta bersuka ria karena mereka semua dinyatakan Kompeten oleh assessor. Namun mereka juga bersedih karena kegiatan diklat yang cukup seru dan memberikan banyak manfaat harus berakhir.
Kegiatan diklat PKB yang dilaksanakan di
sekolah saya ini (SMK-SPP Negeri 3 Kerinci), ternyata berdampak positif bagi
peserta didik dan guru di sekolah saya. Beberapa peserta didik berkata kepada
saya, mereka ingin belajar seperti cara belajar guru-guru tersebut (peserta
diklat PKB beserta instruktur dan widyaiswara). Mereka melihat ada keasyikan
tersendiri jika belajarnya seperti metode belajarnya guru-guru peserta PKB. Sedangkan
bagi guru di sekolah saya, ada yang merasa kecewa tidak bisa ikut serta dalam
diklat dan berharap suatu saat bisa menjadi peserta dalam diklat PKB.