Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Modul 1.1.a.3. Refleksi Diri Tentang Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

Refleksi Diri Tentang Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

 


Refleksi Kritis

 Sebagai tokoh yang hidup dalam masa penjajahan kolonial, Ki Hajar Dewantara tentu turut merasakan pendidikan kolonial Belanda yang menjatuhkan martabat bumiputra. Karenanya, bagi Ki Hajar Dewantara, pendidikan haruslah memerdekakan kehidupan manusia. Pendidikan mesti disandarkan pada penciptaan jiwa merdeka, cakap dan berguna bagi masyarakat. Bagi Ki Hajar Dewantara, pendidikan tidak boleh dimaknai sebagai paksaan. Ia menginginkan peserta didik harus mengunakan dasar tertib dan damai, tata tenteram dan kelangsungan kehidupan batin, kecintaan pada tanah air menjadi prioritas. Karena ketetapan pikiran dan batin itulah yang akan menentukan kualitas seseorang.Ia mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Pendidikan yang teratur adalah yang bersandar pada perkembangan ilmu pengetahuan atau ilmu pendidikan. Ilmu ini tidak boleh berdiri sendiri, ada saling hubungan dengan pengetahuan lain. Ilmu harus berfungsi sebagai pelengkap sempurnanya mutu pendidikan dan pembangunan karakter kebangsaan yang kuat.

Sedangkan dalam menyelenggarakan pengajaran dan didikan kepada rakyat, Ki Hajar menganjurkan agar kita tetap memperhatikan ilmu jiwa, ilmu jasmani, ilmu keadaban dan kesopanan (etika dan moral), ilmu estetika dan menerapkan cara-cara pendidikan yang membangun karakter. Seorang pendidik yang baik, kata Ki Hajar Dewantara, harus tahu bagaimana cara mengajar, memahami karakter peserta didik dan mengerti tujuan pengajaran. Agar dapat mewujudkan hasil didikan yang mempunyai pengetahuan yang mumpuni secara intelektual maupun budi pekerti serta semangat membangun bangsa.

di sinilah relevansi pemikiran Ki Hajar Dewantara di bidang pendidikan: mencerdaskan kehidupan bangsa hanya mungkin diwujudkan dengan pendidikan yang memerdekakan dan membentuk karakter kemanusiaan yang cerdas dan beradab.

Konsep “GURU” sebagai seseorang yang patut digugu dan diitiru masih melekat dalam diri saya, baik pada saat saya sebagai pelajar sampai saat sekarang saya sebagai seorang guru. Keteladanan tetap selalu saya upayakan dalam semua lini, karena guru adalah pendidik. Seorang pendidik harus tau bagaimana cara mengajar dan memahami karakter peserta didik agar menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi sesuai bidangnya namun tetap memiliki budi pekerti yang luhur. Dalam mengajar, saya selalu mengutamakan pembentukan karakter baik terlebih dahulu kepada peserta didik, seperti religius, kejujuran, mandiri, tanggung jawab, disiplin dan karakter baik lainnya. Saya selalu mengingatkan kepada peserta didik bahwa “adab dulu, baru ilmu”. Apakah upaya dan pembiasaan yang saya terapkan selalu berhasil? Tentu saja tidak. Banyak factor yang menyebabkan kegagalan dalam pembentukan karakter peserta didik, salah satunya adalah aturan yang diterapkan sekolah tidak selalu konsisten.

Penerapan merdeka belajar di sekolah juga masih bersifat samar-samar. Guru mentransfer ilmu kepada peserta didik dengan harapan peserta didik menerima semua ilmu yang diberikan oleh guru, kemudian siswa lulus dengan mendapat selembar ijazah.

 

Harapan dan Ekspektasi

 Sebagai seorang pendidik ada 1 hal yang sangat menggelitik bagi saya, tidak jarang membuat saya frustrasi, yaitu kompetensi literasi semakin terkikis habis baik di kalangan peserta didik dan juga di kalangan guru yang notabenenya sebagai pendidik. Besar harapan saya kompetensi literasi bagi saya sendiri dan orang-orang di sekitar saya terus ditingkatkan, karena salah satu cara belajar adalah dengan memperbanyak literasi.

Selain itu untuk mewujudkan merdeka belajar agar menghasilkan profil pelajar pancasila, saya harus lebih meningkatkan kemampuan saya dalam memahami karakteristik peserta didik. Agar saya memahami apa kebutuhan peserta didik yang sebenarnya. Dan yang tak kalah penting saya harus mempelajari dan terus menggali bakat dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik agar peserta didik bisa menjadi pemimpin dalam pembelajaran.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara terkait mendidik adalah proses memanusiakan manusia (humanisasi), yakni pengangkatan manusia ke taraf insani. Dalam mendidik, ada pembelajaran yang merupakan komunikasi eksistensi manusiawi yang otentik pada manusia untuk dimiliki, dilanjutkan, dan disempurnakan.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara ini sangat bermanfaat bagi saya dan akan saya jadikan pegangan dan acuan dalam aksi nyata sebagai seorang pendidik